Mewa Zabeta
06022681318048
Filsafai Ilmu Pertemuan ke 6
ILMU DAN BUDAYA
I. PENDAHULUANA.
Latar BelakangIlmu adalah
seperangakat pengetahuan yang merupakan buah pemikiran manusia yangmemiliki
metode tertentu yang berguna untuk umat manusia agar manusia dapat
senantiasaeksis dalam kehidupannya. Ilmu yang menjadi alat bagi manusia agar
dapat menyesuaikan diri dan merubahlingkungan, memiliki kaitan erat dengan
kebudayaan. Talcot Parsons (Suriasumantri,1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan
kebudayaan saling mendukung satu sama lain:dalam beberapa tipe masyarakat ilmu
dapat berkembang dengan pesat, demikian pulasebaliknya, masyarakat tersebut tak
dapat berfungsi dengan wajar tanpa di dukungperkembangan yang sehat dari ilmu
dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan berada dalamposisi yang saling tergantung
dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmudalam suatu
masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak
lain,pengembangan ilmu akan mempengrauhi jalannya kebudayaan.
II. PEMBAHASANA. Manusia dan
Kebudayaana. Pengertian Definisi kebudayaan selalu mengalami perkembangan
seiring bergulirnya waktu, namun definisi-definisi yang timbul tersebut secara
keseluruhan dapat diambil garis merah bahwa tidak memiliki perbedaan signifikan
yang bersifat prinsip jika harus berpatokkan pada definisi pertama yang
berhasil dicetuskan oleh E. B. Taylor (1871), yakni sebagai suatu keseluruhan
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta
kemampuan dan kebiasaan lainnyayang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kemudian, kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi
kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari system religi dan upacara
keagamaan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian serta
sitem teknologi dan peralatan.b. Perbedaan Berbagai sepak terjang manusia yang
beraneka ragam merupakan buah bukti atas kolaborasi kebutuhan yang dimiliki
manusia itu sendiri sehingga memotivasi untuk memenuhi segala kebutuhan mereka
tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan
tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Berbagai kebutuhan dasar
yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan
pengembangan potensi inilah yang menjadikan suatu ciri khas tersendiri bagi
manusia, jika dibandingkan dengan binatang yang tidak memiliki kebutuhan
sedetail itu. Akan tetapi, kebutuhan binatang lebih terpusat pada kebutuhan
fisiologi dan rasa aman serta pemenuhan kebutuhan secara instinktif.
Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki kebutuhan sekonkret manusia, namun
binatang memiliki satu kebutuhan yang tidak manusia miliki, yakni kebutuhan secara
instinktif tersebut. Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbelok pada
konsep kebudayaan yang lebih mengajarkan tentang bagaimana cara hidup, guna
membangun dinding sekat antara manusia dan binatang. Kelemahan manusia dengan
ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini telah diimbangi dengan suatu
kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai
objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak dimiliki oleh binatang
apapun. Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga memberikan corak
berbeda pada manusia yang mana didalamnya terkandung berbagai hal mengenai
dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, berfikir, kemauan dan
fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang
bermakna dengan alam sekitar melalui pemberian penilaian terhadap objek dan
kejadian, dan penilaian inilah yang menjadi tujuan dan isi serta inti dari
kebudayaan tersebut.
Kebudayaan dalam hal ini
diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk penilaian kebudayaan
dan tata hidup yang mencerminkan nilai kebudayaan yang dikandungnya serta dapat
berbentuk sarana kebudayaan yang merupakan perwujudan bersifat fisik sebagai
produk dari kebudayaan atau alat yang memudahkan kehidupan manusia. Keseluruhan
fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan pendidikan sebab
secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia melalui pintu
gerbang pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi selanjutnya pasti
melewati proses belajar, dengan demikian kebudayaan selalu diteruskan dari
waktu ke waktu. Maka pada sub bab selanjutnya akan kita kupas mengenai hubungan
antara kebudayaan dan pendidikan secara lebih terperinci, sekaligus akan dikaji
beberapa masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait kemajuan proses
pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan.c. Kebudayaan dan pendidikan
Sebelum kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya degan
pendidikan. Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal beberapa
nilai dasar dalam kebudayaan, diantaranya:a) Nilai teori; hakikat penemuan
kebenaran melalui berbagai metode seperti nasionalisme, empirisme dan metode
ilmiah,b) Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi
kebutuhan manusia,c) Nilai estetika; nilai yang berhubungan dengan keindahan
dan segi-segi artistic yang menyangkut bentuk, harmoni dan wujud kesenian
lainnya yang memberikan kenikmatan pada manusia,d) Nilai social; nilai yang
berorientasi pada hubungan antat manusia dan penekanan segi- segi kemanusiaan
yang luhur,e) Nilai politik; nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh
baik dalam kehidupan masyarakat maupun di dunia politik, danf) Nilai agama;
nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan transedental
dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka
bumi. Setiap kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai
beberapa nilai di atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai
terpenting dari nilai-nilai di atas. Juga memiliki penilaian tersendiri dari
tiap-tiap kategori tersebut. Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka
masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai
budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak bangsa. Memahami
pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai usaha yang sadar
dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan fikiran,
kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to date
dalam pengkajian masalah tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh
beberapa hal, yakni: Pertama; nilai-nilai budaya yang akan dikembangkan harus
sesuai dengan tuntutan zaman, kelak di masa anak bangsa hidup. Kedua; usaha
pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit
dan definitive tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut. keharusan ini
disebabkan karena gejala kebudayaan yang lebih banyak bersifat tersembunyi
daripada terungkap, bahkan hakekat kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi
bagi masyarakat umum. Hal ini tidaklah lain disebabkan karena sikap kita
sendiri yang menelan begitu saja tanpa menyaring dan mengenal lebih dalam
terlebih dahulu segala kebudayaan baru yang datang. Masalah ini lebih serius
lagi jika diperhatiakn bahwa dalam faktanya, nilai kebudayaan yang diajarkan
dalam pendidikan tidaklah sesuai dengan keperluan anak bangsa kelak di masa
mendatang. hal ini diperkuat dengan kesimpulan penelitian Sheldon Shaeffer di
kecamatan Turen, Malang. Menyatakan bahwa kegiatan pendidikan dasar di tempat
tersebut tidak memberikan pengetahuan, nilai, sikap yang diperlukan anak kelak
sebagai bekal hidup pada abad XXI. Maka, sebagai solusi untuk menjawab salah
satu permasalahan di atas, haruslah ditentukan terlebih dahulu alur perkiraan
scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya harus berpacu pada
perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, sebagai barometer
tersendiri untuk menentukan keadaan mendatang. langkah pertama yang bisa kita
lakukan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai masyarakat modern yang
sedang berkembang, sebelum memprediksikan perkembangan akan datang. Selain itu,
selayaknya kita memahami secara mendalam criteria masyarakat modern, baik dari
segi kehidupan, ekonomi, budaya, dll. Kemudian, dibandingkan dengan criteria
dan cirri-ciri masyarakat tradisional yang mestinya terdapat sisi kekurangan
diantara keduanya. Setelah barulah kita merancang pengembangan kreativitas
kebudayaan yang diselipkan dalam proses pendidikan, agar kebudayaan selalu up
to date tanpa meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa peduli
dan antusias masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kebudayaan
tersebut secara turun menurun. Dalam proses pewarisan budaya di atas, perlu
dipondasikan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai agama. Karena nilai agama
berfungsi sebagai sumber moral bagi segenap kegiatan. Hakikat segala usaha
manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk meningkatkan martabat
manusia, bukan sebaliknya. Sebab jika tidak demikian, maka hal ini bukanlah
suatu proses pembudayaan melainkan dekadensi, proses peruntuhan peradaban.dalam
hal ini, agama memang memberikan kompas dan tujuan serta arti tersendiri bagi
manusia yang berbeda dengan makhluk apapun itu yang ada di jagad raya ini.
Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai ternyata tidak
memberikan nilai kebahagiaan yang hakiki, hal ini menyebabkan manusia kembali
pada nilai-nilai agama yang dinilai memang sebagai pondasi dan pedoman dalam
mencapai kejayaan peradaban dan kebudayaan. Kita ingat bahwa “ilmu tanpa agama
adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Jadi, memang kebuyaan
sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak bangsa ialah menjadikan mereka
manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi, brakhlak mulia dan makhluk
yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri (mandiri).B. Ilmu dan
Pengembangan Kebudayaan Nasional Talcot Parsons (Suriasumantri, 1990:272)
menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan salingmendukung satu sama lain: dalam
beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang denganpesat, demikian pula
sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpadi dukung
perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan
beradadalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu
pihakperkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi
kebudayaan. Sedangkandi pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengrauhi
jalannya kebudayaan.Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan
merupakan unsur darikebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang
mencerminkan aspirasi dancita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan
kehidupan bernegara.Dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu
mempunyai peranan ganda(Suriasumantri, 1990:272)a. Ilmu merupakan sumber nilai
yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional.b. Ilmu
merupakan sumber nilai yang meengisi pembentukan watak suatu bangsa.Dalam
perkembangan zaman yang begitu cepat, terkadang ilmu dikaitkan dengan
teknologi.Kebudayaan kita tak terlepas dari teknologi. Namun sayangnya yang
memiliki pengaruh yangdominan pada kebudayaan adalah teknologi, padahal
teknologi adalah buah/produk kegiatanilmiah. Sedangkan ilmu sendiri yang
merupakan sumber nilai yang konstruktif memilikiruang yang sempit dalam
pengembangan kebudayaan nasional. Maka dari itu, pemahamanterhadap hakikat ilmu
perlu dijadikan fokus pembicaraan dalam rangka untukmengembangkan kebudayaan
nasional, setelah itu baru dibahas mengenai langkah-langkahapa yang akan
ditempuh untuk meningkatkan peranan keilmuan dalam pengembangankebudayaan
nasional.a. Ilmu sebagai suatu cara berpikirIlmu merupakan suatu cara berpikir
dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupapengetahuan yang dapat
diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkanpengetahuan,
demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmumerupakan
produk dari hasil proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang
secaraumum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan
proses berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada.b. Ilmu sebagai asas
moralDari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral.
Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari,
yang kemudian diperkuat olehGalileo (1564-1642) yang menyatakan bumi bukan
merupakan pusat tata surya yang akhirnyaharus berakhir di pengadilan inkuisisi.
Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi prosesperkembangan berpikir di Eropa.
Moral reasioning adalah proses dimana tingkah lakumanusia, institusi atau kebijakan
dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral.Kriterianya: Logis, bukti
nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat,konsisten dengan
lainnya (http://scribd.com.FilsafatIlmu_dan_MetodeRiset) Dua karakteristik yang
merupakan asas moral bagi ilmuan antara lain (Suriasumantri,1990:274): 1.
Meninggikan kebenaraanIlmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar, atau secaralebih sederhana, ilmu bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran ini padahakikatnya bersifat otonom
dan terbebas dari struktur kekuasaan diluar bidang keilmuan. Iniartinya, untuk
mendapatkan suatu pernyataan benar atau salah seorang ilmuan harus terbebasdari
intervensi pihak lain diluar bidang keilmuan 2. Pengabdian secara
universalSeorang ilmuan tidak mengabdi pada golongan tertentu, penguasa, partai
politik ataupun yanglainnya. Akan tetapi seorang ilmuan harus mengabdi untuk
kepentingan khalayak ramai.Dari karakteristik ilmuan diatas, dapat kita ketahui
bahwa ilmu yang merupakan kegiatanuntuk mendapatkan pengetahuan yang benar
haruslah terlepas dari pengaruh asing diluarbidang keilmuan (bebas nilai) dan
harus memiliki manfaat yang dapat dirasakan olehmasyarakat luas bukan golongan
tertentu. Namun dalam hal ini para ilmuan dalam rangkauntuk melakukan
penelitian tidak dapat terlepas dari nilai-nilai ilahiyah, norma yang
berlakudalam masyarakat dan kondisi budaya agar hasil dari penelitian tersebut
tidak mendatangkankerusakan yang berakibat fatal, baik bagi manusia itu sendiri
maupun alam semesata.c. Nilai-nilai ilmiah dan pengembangan kebudayaan
nasionalNilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni, kritis, rasional,
logis, obyektif, terbuka,menjunjung kebenaran dan pengabdian universal
(Suriasumantri, 1990:275).Pada hakikatnya, perkembangan kebudayaan nasional
adalah perubahan dari kebudayaanyang sekarang bersifat konvensional kearah
situasi kebudayaan yang lebih mencerminkanasprasi dan tujuan nasional. Proses
perkembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalahpenafsiran kemabli nilai-nilai
konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman sertapenumbuhan
nilai-nilai bru yang fungsional. Untuk terlaksananya proses dalampengembangan
kebudayaan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional,
logis,obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal
(Suriasumantri).d. Kearah peningkatan peranan keilmuanBerdasarkan pada
penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu memiliki peran
dalammendukung perkembangan kebudayaan nasional. Diperlukan langkah-langkah
yang sistemikdan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan
dalam peerkembangankebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa
pemikiran sebagaimanatercakup di bawah ini (Suriasumantri, 1990:278)., antara
lain:1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu
langkah-langkah ke arahpeningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus
memperhatikan situasi kebudayaanmasyarakat kita.
2. Ilmu merupakan salah satu
cara menemukan kebenaran, disamping itu masih terdapat cara-cara lain yang sah
sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing.Pendewaan
terhadap akal sebagai satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.3.
Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus operandinya adalahmelaksanakan
dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.4. Pendidikan keilmuan harus
sekaligus dikaitkan denga pendidikan moral5. Pengembangan bidang keilmuan harus
disertai dengan pengembangan dalam bidangfilsafat terutama yang menyangkut
keilmuan6. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan
struktur kekuasaan.Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus bebas dari
sistem kehidupan. Seorangilmuan tidak akan terlepas dari kehidupan sosial,
ideology dan agama, walaupun tidakmengikat namun seorang ilmuan harus
memperhatikan norma-norma yang berlaku padamasing daerah.C. Dua Pola Kebudayaan
C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang
mengingatkannegara-negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat
ilmuwan dan non-ilmuwan,yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi.
Di negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu
sendiri,dengan adanya polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi
ini cenderungkepada beberapa kalangan tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam
dua golongan yakniilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua golongan ini
dianggap memiliki perbedaan yangsangat segnifikan,di mana keduanya seakan
membentuk diri sendiri yang masing-masingterpisah sehingga terdapat dua
kebudayaan dalam bidang keilmuwan yakni ilmu-ilmu alamdan ilmu-ilmu sosial.
Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis yang tidak menjuruskepada
perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan aksiologi
darikedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya
adalah metopeilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat
metodologis yang membedakanantara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam.
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk
dikontrol.Objek-objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah
mengalami perubahanbaik dalam perspektif waktu maupun tempat. Ilmu bukan
bermaksud mengumpulkan berbagai fakta tetapi ilmu bertujuan untukmencari
penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan memungkinkan kita
dapatmengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi,sehingga pengetahuan
dapat memberikita alat untuk menguasai masalah tersebut. Hal ini berlaku baik
bagi ilmu-ilmu alamiahmaupun ilmu-ilmu sosial. Dimensi perubahannya hanyalah
merupakan satu variabel dalamsistem pengkajian begitu juga tingkat
generalisasinya, ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-ilmusosial bedanya hanya
terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu teoriilmu sosial
harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
bervariasi.Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif
yakni : a. Sukarnya melakukan pengukuran
karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang manusia. b. Banyaknya variabel
yang mempengaruhi tingkah laku manusia.Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam
menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu alam dapatmenganalisis data secara
kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan laboratoris.Sedangkan teori
ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalahyang
dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam sehingga ilmu-ilmu sosial harus cermat dan
tepat. Makahukum penawaran dan permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi
memenuhi syarat karenatidak memungkinkan jika kita harus menghitung derajat
kenaikan inflansi secara kuantitatif. Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah
berusaha lebih sungguh-sunggguh untukpengukuran yang rumit dan variabel yang
relatif banyak membutuhkan pengetahuanmatematika dan statistika yang lebih maju
dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Namunadanya kesukaran dalam pengukuran ini
malah dijadikan ilmu-ilmu sosial bertindak regresifdan membentuk dunianya
sendiri yang menjauh dari matematika serta statistika,sehinggayang memperkuat
matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu alam. Oleh karena ituberkembanglah
dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar dengan sendirinyatanpa
kita sadari adanya. Secara sosiologis terdapat kelompok-kelompok yang memberi
nafas baru kepadailmu-ilmu sosial dengan mengembangakan ilmu-imu perilaku
manusia yang bertumpu kepadailmu-ilmu sosial dimana perbedaan yang utama antara
keduanya hanya terletak dalamkeinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang
manusia menjadi sesuatu yang lebih dapatdiandalkan dan kuantitatif. Ilmu-ilmu
perilaku lebih mengkaji penyusunan teori secaradeduktif sebagaimana yang
biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial namun penalaran deduktifdigabungkan dengan
proses pengujian induktif. Dan ilmu ekonomi yang paling pertamamemasuki tahap
kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri laku. Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke
dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosialmasih terdapat di Indonesia. Dapat
dicerminkan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan
kita. Jika kita menginginkan bidang keilmuan mencakupilmu-ilmu alam dan
ilmu-ilmu sosial maka dualisme harus segera dibongkar karena dapatmenghambat
psikologis dan Intelektual bagi pengembangan keimuan di negara kita.Meskipun
terdapat argumen asumsi dalam pembagian jurusan tersebut,yaitu : a. Asumsi
pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda dalam
mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola pendidikan yang berbeda
pula. b. Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan
pengetahuan matematika sehingga dapat menjuruskan keahliannya dibidang keilmuan
ini. Kita harus menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah
pengasumsian. Pendidikan bertujuan : a. Pendidikan analitik maka yang penting
adalah penguasaan berpikir matematika yang memungkinkan adanya suatu analisis
hingga terbentuknya suatu rumusan statistik. b. Pendidikan simbolik yang
penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut serta penalaran
deduktif dalam penyusunan meskipun tidak seluruhnya merupakan analisis matematikaJadi
adanya pendekatan dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini tidak
akanbisa memecahkan semua persoalan ,namun paling tidak terdapat suatu jalan
luar yangpragmatis dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus
adanya sikapkehati-hatian. Karena manusia adalah produk dari suatu proses
belajar dimana tercakupkarakter cara berpikir yang berkembang sesuai
tahapannya. Suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam menghadapi
masalah ini harusadanya usaha. Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan
kita bukan hanyamerupakan suatu yang regresif melainkan juga destruktif,bukan
saja bagi kemajuan ilmuitu sendiri tetapi juga bagi pengengembangan peradaban
secara keseluruhan. Sehinggatidak ada pemisah diantara keduanya.
Berdasar dengan pemaparan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu merupakan bagian terpenting dalam
membangun dan mengembangkan kebudayaannasional. Ilmu dan kebudayaan saling
memiliki ketergantungan. Kebudayaan yangmerupakan seperangkat nilai yang
berlaku dalam masyarakat harus di dasari olehilmu, agar kebudayaan tersebut
dapat selalu berkembang sesuai dengan jalurnya.Sementara ilmu tidak dapat
berkembang jika tidak di iringi oleh kebudayaan, dalamhal ini adalah kebudayaan
ilmiah. Agar kebudayaan tersebut senantiasa berdiridiatas ilmu dan nilai-nilai
normative yang bermuara pada nilai-nilai ilahiyah makadibutuhkan pendidikan
untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar tetap beradapada jalurnya.
http://www.slideshare.net/adysetia1/ilmu-dan-kebudayaan-11208415
diakses tanggal 21 oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar